“Zahra!!” panggilnya padaku dengan kelembutan dan mata sayu berharap ku tak enggan berbalik melihat kehadirannya.
“Ardan, halalkan aku” titahku pelan namun tegas.
“Baiklah, berikan aku waktu untuk ini” pintanya, hatiku bagai tertancap puluhan jarum tak kasat mata, rasanya perih, sakit.
“Jika tidak tinggalkan aku!” seruku sekali lagi masih tertunduk,enggan menatapnya.
“Apa katamu? ikatan yang telah kita buat selama ini, kau ingin aku meninggalkannya begitu saja? ya, aku akan menikahimu itu pasti, tapi ku mohon berikan aku sedikit waktu lagi untuk segala urusanku” katanya, sedikit waktu? Apa belum cukup 4 tahun ia melamarku namun belum juga menikahiku?
Rasaku memang besar, namun aku tak hidup hanya untuk rasa itu.
“Tinggalkan aku, sekarang!. Lepaskan ikatan ini. Ikatan yang selama ini aku pertahankan tanpa bertemu denganmu karena ku masih tanggung jawab orang tua. Tapi sekarang tidak lagi. Menunggumu adalah suatu hal yang belum pasti dan mungkin hanya akan melukaiku” ungkapku.
“Tapi kenapa?” tanyanya. Setelah beberapa tahun kali ini ku bertemu dengannya di hadapan keluarga, seorangpun tak ada yang berani mencela kami, karena ini hanya tentang aku dengan nya.
Kulepas cincin pengikatku yang disematkan oleh ibunya padaku 4 tahun silam.
“Karena sejak lama antara aku dan kamu selalu ada Dia” ku kembalikan emas pengikat itu padanya.
“Dia? Siapa? teganya kau” ucapnya tak percaya. Orang tuaku dan orang tuanya hanya bungkam dengan keputusan kami, seolah ikut merasakan apa yang ada antara kami di ruangan ini.
“Dia yang besamaku sejak lama, Dia yang selalu menjagaku lebih baik dari Ayahku. Dia yang selalu ku coba untuk mencintainya meskipun sulit karena nafsuku, namun hati nuraniku tak bisa menolak bahwa aku membutuhkannya bahwa aku tak bisa meninggalkannya, hatiku tau itu. Meskipun pengendali dan lisanku berdusta kepada-Nya. Namun nuraniku tak bisa membohongi. Dia yang selalu menginginkan kebaikan untuk ku, dan Dia yang selalu memaafkan ku dikala aku salah, jika ku meminta pintu maafnya, luas tak tertandingi. Meskipun kulakukan hal yang sama” jawabku
“Siapa Dia?” tanyanya dengan muka merah dan air mata terbendung.
“Sang Maha Cinta” jujurku.
Mereka bungkam, karena iyalah jawabannya.
“Dia pelindungku, menginginkanku jauh dari fitnah yang ku perbuat. Karenanya ku kembalikan ikatan ketidakpastian ini sebelum nafsuku mengatasnamakan rasaku” deraian bulir bening tak mampu kutepis lagi.
“Maaf kan aku” lirihnya.
“Ya” singkatku.
“Baiklah, Kupenuhi. Malam ini aku akan menghalalkanmu dengan ikatan suci tanpa harus merebutmu dari-Nya. Dimata islamku dan hukum ku” ucapnya mantap dan aku lega.
“Alhamdulillah, ku terima” semua mata berlinang buih bening menatap kami tulus dan ku raih kembali cincin emas permata yang kulepas dengan keikhlasan kini melingkar indah dijari manisku sebagai pertanda persetujuannku atas ikatannya
“Saya terima nikah dan kawinnya Zahra Masyeilla binti Rahman dengan mas kawin tersebut di bayar tunai”
“SAH”
...................💠💠..................
@sestia.wt